Kalau kita sering mendengar bahwa Allah telah kasih kita hati, itu tidak sepenuhnya benar, tapi tidak sepenuhnya salah pula. Ini hanya masalah pemaknaan, namun yang jauh lebih tepat adalah Allah tidak kasih kita hati tapi Allah pinjamkan kita hati. Karena hatiku ini (dan hatimu pula) adalah pinjaman maka ia berada dalam kuasa pemiliknya.

Lantaran demikian, maka benarlah bahwa hati manusia itu berada di antara dua jari Ar Rahman dan apabila Dia kehendaki Ia dapat meneguhkannya ataupun menyesatkannya.[1]

Tapi Sob, ngomong-ngomong masalah hati, saya ingin mengajak pembaca semua untuk merenung. Renungan yang pernah saya lempar pada beberapa orang dalam suatu majelis. Pertanyaannya adalah,…

Kita semua hanya punya satu hati, tapi bagaimana caranya agar hati kita selalu cukup untuk dibagi untuk sebanyak mungkin orang lain dengan adil dan tanpa membuatnya menjadi sempit?

Dalang yang Menyempitkan Hatimu

Pada dasarnya kapasitas hati kita itu luas. Luas pakai sangat malah. Saking luasnya, kita bisa mencinta siapapun tanpa membuatnya kehabisan ruang. Tapi tentu untuk menjadi seorang pecinta sejati tidak semudah itu. Ada perjuangan dalam membangun hati itu. Ada pantangan-pantangan yang harus dijauhkan agar tidak membuatnya sempit,…
…karena sejatinya pantangan-pantangan ini lah yang memonopoli ruang hatimu dengan serakah sehingga yang lain kehabisan tempat sudah.
Cuma pertanyaannya, apa saja sih pantangan-pantangan itu? Beberapa “top scorer” di bidang ini adalah adanya sifat iri, dengki dan dholim.[2]
Sementara itu, agar hati kita lapang kita harus mengekspansinya dengan mendatangkan sifat-sifat seperti murah hati, berprasangka baik dan sebagai macamnya. Sederhananya adalah, mengisi hati dengan cinta.

Cinta yang Salah Dapat Merusaknya

Kalau kita ngomongin hati, satu hal yang akan selalu terkait padanya adalah cinta. Sebab sejatinya cinta itu berasal dan bersemayam di hati. Maka kalau ada cinta yang bukan dari hati, itu bukan cinta,… tapi nafsu (sebut saja begitu).
Dalam beberapa diskusi dengan yang lebih muda (ciee, merasa tua), saya sering nyempil bahasan mengenai cinta dan hati ini. Terlebih bagi mereka yang memang masih dalam masa pubertas. Atau dalam beberapa tulisan saya di blog juga ada yang membahas mengenai cinta (meski tidak banyak). Tapi yang jelas, penekanan yang saya berikan adalah “sudahkah cinta yang kita miliki itu benar?”.
Sebab, hati-hati Sobat, cinta memang bisa menghijaukan hati (jika “memerahkan” sudah terlalu mainstream). Namun ia bisa juga menghitamkan hati itu, bahkan cinta bisa membunuhmu (keingat lagu band apa gitu, yang sering saya lantunkan sebelum hijrah dulu, wkwk).
Lantas, cinta yang mana yang merusak hati? Yaitu yang salah, yang tidak pada tempatnya. Dan cinta yang curi start. Maksudnya, Fad? Ya itu, yang kamu nikmatin sebelum tiba waktunya, hehe.
Ada kan orang yang saat ia mencintai seseorang, seolah hatinya sudah penuh oleh cintanya kepada orang yang ia cintai itu. Mereka bahkan tega mengkhianati sahabat mereka sehingga tak ada lagi ruang untuk sahabat itu. Mereka bahkan tega mendurhakai orang tua mereka, sehingga goyah kedudukan orang tuanya di hati mereka itu. Dan lebih parahnya, mereka bahkan lupa pada Tuhannya, yang telah memberikan pada mereka hati mereka itu. Hati mereka telah sempit dan sesak oleh ketidaktahuan mereka sendiri. Dan, semoga Allah jauhkan kita dari cinta yang salah itu.

Sebuah Kue dan Atom 

Dan akhirnya sekarang kita masuk pada bagian akhirnya. Karena Allah hanya kasih kita satu hati, maka kita wajib untuk membaginya dengan benar. Membagi hati dengan benar akan membuat ia menjadi luas. Sehingga, sekian banyak cinta akan muat di dalamnya dan si hati ini akan hijau karenanya.

Lantas bagaimana cara membaginya. Ini analogi saya ya, kamu boleh mengambil yang baik darinya dan membuang bagian buruknya. Agar hati kita tidak pernah sempit, jangan bagi ia seperti sebuah kue, tapi jadikan ia ibarat atom.

Ketika hatimu dibagi seperti layaknya sebuah kue, maka kamu harus memotong-motongnya menjadi beberapa bagian yang sama besar atau berbeda besarnya (tergantung porsi dan siapa orang yang kamu cintai). Cuma permasalahannya adalah semakin banyak orang yang akan kita cintai maka akan semakin kecil potongan hasil pembagiannya.

Tapi, tatkala kita “mengubah” format hati kita layaknya sebuah atom, maka semakin banyak yang kita cintai, atom itu akan semakin membesar tanpa harus mengecilkan porsi cintanya.

Agak ribet ya Sob (itulah, saya kalau mikir memang suka ribet, hehe), kalau masih bingung baca-baca ulang aja ya Sob. Tapi yang jelas, mengibaratkan hati ini sebagai sebuah atom adalah perumpamaan terbaik bagi saya.

Kenapa? Karena dalam hati kita harus ada 2 cinta yang tidak boleh kita tinggalkan, yaitu cinta kepada Allah dan Rasulullah. Nah cinta kepada Allah dan Rasulullah ini adalah poros cinta, pusat cinta, inti cinta yang menjadi pedoman cinta yang lain. Tidak berlebihan bukan, jika kedua cinta ini diibaratkan inti atom yang terdiri dari neutron dan proton, yang keduanya dikelilingi oleh elektron-elektron di kulit-kulit luarnya.

Cinta kita pada orang tua mestinya berada pada kulit terdekat dengan inti atom, setelah itu barulah cinta-cinta pada makhluk lainnya sebagai elektron-elektron lainnya. (Eh, kali ini cukup mudah dimengerti, bukan?)

Sebagaimana sebuah atom, meskipun elektronnya berkurang atau bertambah, inti atom tidak akan terpengaruh. Inti tersebut tetap menjadi pusat cinta-cinta yang lain yang mengitarinya. Maksudnya ya, cinta yang lain itu didasarkan pada cinta kepada Allah dan Rasulullah. Maka, apabila cinta tersebut tidak lagi berdasarkan cinta pada Allah dan Rasulullah, maka otomatis ia akan keluar dari strukur atom itu dan menjadi cinta yang lain alias cinta yang salah.

Baca juga : Hijrah dan Kamu yang Tak Lagi Sama

Biar Lebih Kuat

Sebagaimana yang penulis katakan di awal, bahwa hati manusia itu sepenuhnya berada di tangan Allah. Maka bisa jadi hari ini kita memiliki hati yang baik, maksudnya beriman, besok kita belum tentu masih dalam keadaan beriman. Bagaimana hati kita ke depan sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita mewarnainya. Berusaha menghijaukannya, atau justru menghitamkannya.

Bahkan seorang Ibrahim, sang kekasih Allah saja, berdoa dan menangis kepada Allah agar hati beliau tidak dipalingkan kepada kekesatan setelah diberikan petunjuk.[3] Dan Rasulullah yang sudah bebas dari dosa sekalipun masih sering menangis agar Allah mengampuni beliau. Lalu, sekuat apa kita yang manusia biasa-biasa saja ini menjaga hati-hati yang Allah titipkan pada kita?

Oleh karena itu Sobat, berjuang menjaga hati itu agar selalu basah oleh iman. Selalu berorientasi kepada Allah Ar Rahman adalah prioritas yang sangat penting dalam hidup kita. Sebagaimana senandung Aa Gym dalam sebuah lagu ciptaannya “Jagalah hati, jangan kau kotori. Jagalah hati, lentera hidup ini”. Dan, semoga Allah jaga hati kita agar selalu berada dalam kebenaran, selalu terikat dengan rahmat dan hidayahnya.

Wallahua’lam bi showab. Semoga bermanfaat.
—-

[1] “Tidaklah ada satu hatipun melainkan berada diantara dua jemari dari jari jemari Ar Rahman bila ia kehendaki, Ia akan meneguhkannya dan bila Ia kehendaki, Ia akan menyesatkannya.” (diriwayatkannya oleh Imam Ahmad dalam Al Musnad dan Ibnu Majah. Dishohihkan oleh syaikh Albani)

[2] “Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bersih hatinya dan selalu benar atau jujur lisannya.” Kemudian mereka para sahabat berkata, mengenai jujur atau benar lisannya, kami sudah mengetahuinya, tetapi apakah yang dimaksud dengan orang yang bersih hatinya?” Beliau menjawab, “Yaitu seseorang yang bertakwa dan bersih, yang tidak terdapat dosa pada dirinya, tidak dholim, tidak iri, dan juga tidak dengki.”
HR. Ibnu Majah 4216 dan Ibnu ‘Asakir (17/29/2). Syaikh Albani berkata, “Hadits ini memiliki sanad yang shahih dan rijal yang tsiqat (terpercaya)”. (As-Silsilah Ash-Shaihah no.948, Maktabah Asy-Syamilah) — muslimah.or.id

[3] Baca Q.S. Ali Imran ayat 8

error: Konten dilindungi