Satu pertanyaan yang pantas kita tanyakan pada diri kita yang mahasiswa di tahun-tahun awal kita kuliah adalah: untuk apa sih saya kuliah? Yap, itu adalah hal wajib sebelum kamu tenggelam terlalu jauh dalam dunia perkuliahan. Seorang mahasiswa (dan calon mahasiswa) harus berjelas-jelas dengan dirinya sendiri tentang jalan yang ia tempuh. Apakah benar kuliah akan memberikan mereka sesuatu. Apakah benar kuliah jalan yang ingin mereka tempuh, bukan karena paksaan orangtua atau pihak lain. Sebab, jalan sukses itu bukan hanya perkuliahan. Bob Sadino, Chairul Tanjung dan Basrizal Koto bukan anak kuliahan, pendidikan mereka bisa dibilang rendah. Megawati juga tidak lulus dari kuliahnya. Steve Jobs, Mark Zuckerberg serta beberapa orang kaya di dunia lainnya drop out dari kuliahnya namun bisa sukses besar dalam karirnya. Di tulisan ini, saya tidak bilang kuliah itu tidak penting tapi penting untuk memahami tujuan kuliah agar perkuliahan tidak menjadi sesuatu yang sia-sia.

sebelum menjadi sarjana
Sebelum Kamu Menjadi Seorang Sarjana (c) pixabay.com

 

Tujuan Kuliah Kita

Jujur saja, tujuan paling mainstream mengapa seseorang mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi adalah untuk mencari kerja. Mereka mendedikasikan tiga atau empat tahun lebih waktu mereka untuk selembar kertas ijazah yang kemudian akan digunakan untuk melamar pekerjaan. Puluhan juta uang habis untuk selembar kertas itu, kemudian kemana nasib berlabuh? Toh banyak juga sarjana yang nganggur di luar sana. Banyak sarjana yang kocar-kacir dan akhirnya banting setir dengan bekerja jauh dari apa yang mereka pelajari selama duduk di bangku perkuliahan. Berorientasi kerja boleh, tapi jangan jadikan itu sebagai orientasi utama.

Dulu, pernah hangat di jagad media sosial, tentang sebuah foto yang membandingkan penjual es dengan pegawai kantoran. Konten foto tersebut mengisahkan seorang penjual es yang bisa menghasilkan uang 100ribu perhari (3juta perbulan), sudah mulai berdagang semenjak usia 15 tahun. Di samping gambar si penjual es ada gambar pegawai kantoran dengan gaji yang tidak jauh beda (3jutaan), sudah kuliah selama 4 tahun dan menghabiskan uang puluhan juta, pada akhirnya dapat kerja yang gajinya sama dengan penjual es. Lantas, manakah sebenarnya yang lebih baik?

Ilustrasi dan perbandingan di atas benar-benar timpang dan tidak bisa dibantah kalau orientasi kita kuliah adalah untuk kerja. Jika tujuan kuliah kita cuma buat kerja, maka kekalahan si pegawai kantoran tadi dari penjual es telah nyata. Namun jika orientasi atau tujuannya kita rubah maka penjual es jauh kalah dibanding pegawai kantoran yang sudah lulus kuliah itu. Di mana kalahnya, di sini:

  1. Pola pikir pegawai kantoran tentu lebih maju dibanding penjual es
  2. Ilmu pengetahua yang dimiliki pegawai katoran tentu saja lebih maju dari penjual es
  3. Relasi yang dimiliki pegawai kantoran mungkin lebih baik dan berkelas dari penjual es
  4. Pegawai kantoran jelas lebih matang dalam menghadapi berbagai persoalan
  5. Dan banyak lainnya

So, tujuan kuliah kamu yang sebenarnya apa?

Jika Selama Kuliah Kamu Cuma Fokus Ke Pembelajaran, Maka Apalah Arti Pelajaran Itu

Kita telah punya tujuan yang jelas tentang mengapa kita berkuliah, setelah itu tinggal merancang bagaimana cara kita menjalani kehidupan kampus kita. Di awal bagian ini saya perlu bilang hal ini: kuliah itu bukan seperti buang air besar, yang mau tidak mau harus dilakukan secepat mungkin! Kenapa pengandaiannya harus buang air besar (ih, jorok gitu), ya sebab itu adalah satu dari sekian banyak kegiatan yang berjenis tidak penting namun mendesak. Kegiatan-kegiatan di kuartal tidak penting namun mendesak adalah kegiatan yang tidak dilakukan dengan hati, kegiatan yang harus selesai secepat mungkin. Mungkin tanpa sadar kita telah kejam memberlakukan masa kuliah kita sama seperti itu: kita kuliah tanpa menghayati betul kegiatan itu, masuk kelas sesuai jadwal dan pulang tepat waktu, kerjakan tugas dan serahkan, ikuti ujian lalu terima hasil, selesaikan secepat mungkin lalu dapatkan ijazah. Please deh Sob, kita ini bukan robot.

kuliah bukan cuma buat ijazah
Apakah Kuliah Cuma Buat Cari Ijazah (c) pixabay.com

Jika kamu mau merenunginya, ada hal-hal besar yang bisa (dan semestinya kita tidak melewatinya) kita dapat selama berkuliah. Tidak melulu soal ilmu akademik melainkan juga tentang ilmu non-akademik. Apakah kamu pernah tahu tentang tri dharma perguruan tinggi? Itu lho, yang di dalamnya ada Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat. Poin ketiga menjelaskan secara gamblang bahwa tujuan pendidikan tinggi adalah untuk menyiapkan lulusan yang siap terjun ke masyarakat. Nah, pertanyaannya, cukupkah ilmu pengetahuan yang kita punya untuk membantu kita survive di kehidupan bermasyarakat, kehidupan pascakampus yang jauh lebih kejam dari dosen ter-killer di antara dosen-dosen killer manapun!

Sekian Bukti yang Menunjukkan Bahwa Kuliah Kita Tidak Sia-sia

Kita telah menjadi mahasiswa selama bertahun-tahun, selama itu tentu harus ada yang kita dapat. Ada sekian bukti yang bisa kita tunjukkan pada orang banyak, bahwa: ini lho yang saya dapatkan selama kuliah. Dengan kata lain ada yang bisa kita banggakan di depan orang-orang. Kalau kamu sudah punya itu maka berbahagialah, perkuliahanmu tidak sia-sia. Namun bagaimana jika tidak ada? Sudah tahunan kuliah namun merasa tidak mendapatkan apa-apa. Hmm, bisa-bisa nanti orang akan bertanya: selama kuliah kamu ngapain aja?

Terus, Fad? Menurut kamu bagaimana parameter perkuliahan itu bisa dikatakan sukses alias tidak sia-sia?

Ada beberapa poin sebenarnya, kamu boleh setuju dengan poin ini, boleh juga tidak.
1) Kamu berhasil tamat tepat waktu atau tamat di waktu yang tepat. Tidak masalah kapannya, yang penting kamu berhasil tamat dan mendapatkan ijazah sebagai bukti dari keberhasilanmu itu. Cepat atau lambat itu tidak bisa dinilai dengan mutlak sebab lama studi tidak bisa menjamin secara pasti keberhasilan seorang sarjana di kehidupan pascakampus nanti.
2) Punya cukup banyak pengalaman yang berguna untuk dunia kerja dan dunia bermasyarakat. Ini sangat penting. Kuliahmu bisa dikatakan sukses jika kamu sudah berhasil mengumpulkan sekian banyak pengalaman. Selama kuliah jangan jadi mahasiswa yang cuma kuliah-pulang-kuliah-pulang alias kupu-kupu. Banyak waktu yang tersisa itu hendaknya bisa kamu pakai untuk melakukan berbagai hal yang sesuai dengan passion-mu. Mengikuti kegiatan organisasi kampus atau kegiatan sosial misalnya. Mencari tempat magang, jadi pekerja lepas hingga volunteer untuk program tertentu.
3) Punya pergaulan yang luas. Berapa jumlah total mahasiswa di kampusmu? Di kampus saya lebih dari 20.000 orang, belum lagi jika ditambah civitas akademika yang lainnya. Nah, dari puluhan ribu orang tersebut berapa orang yang kamu kenal. Punya kenalan banyak orang (punya banyak relasi) akan membantumu dalam kehidupan kampus dan karir pascakampus kelak.
4) Sudah terbiasa dengan masalah dan tahan bekerja di bawah tekanan. Beban kuliah itu besar dan berat. Hal itu didesain agar lulusan perguruan tinggi mampu bertahan di kejamnya dunia pascakampus. Kita diberikan banyak masalah selama di kampus, baik itu dari perkuliahan maupun hal-hal terkait dalam kehidupan. Nah, kalau kamu sudah biasa dan bisa menyelesaikan masalah itu berarti masa kuliahmu tidak sia-sia.
5) Punya karya atas pemikiran sendiri. Penting untuk memiliki karya selama kamu kuliah, minimal karya tulis atau skripsi yang kamu bikin. Lho, bukannya sudah kewajiban setiap mahasiswa bikin skripsi? Emang, tapi dari semua mahasiswa itu tidak banyak yang menulis skripsi dengan baik dan dengan jerih payah sendiri (banyak yang copas dan asal jadi).

Lima poin tadi merupakan parameter kuliah kita tidak sia-sia versi Fadli :p Atau kalau kamu punya versi tersendiri yuk ditulis di kolom komentar atau email ke advance.blogger@gmail.com agar dimuatkan di blog ini.

renungan sebelum jadi sarjana
Kado Sarjana di Hari Kelulusan (c) pixabay.com

 

Menyiapkan Diri Menjadi Sarjana Paripurna

Pada akhirnya, jika Tuhan berkehendak, kita bisa menyelasaikan pendidikan di perguruan tinggi dan menjadi seorang sarjana, namun setelah itu apa? Cari kerjakah? Cuma itu saja? Kalau begitu tolong jangan marah kalau kenyataannya nanti kamu disamakan sama orang yang tidak kuliah di luar sana. Sebelum menjadi seorang sarjana kamu perlu menyiapkan diri menjadi sarjana paripurna. Pernah dengar kata “paripurna” bukan? Kata yang sering dipakai para anggota dewan di sana untuk nama sebuah rapat mereka. Sederhananya arti kata “paripurna” ini adalah komplit, lengkap, penuh. Lalu sarjana paripurna itu tentu sarjana yang komplit. Komplit dalam artian tidak cuma memiliki pengetahuan akademis dan terampil di bidangnya namun juga matang dalam kepribadian dan cerdik dalam perencanaan.

Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) itu bukan segala-galanya. IPK cuma dipakai untuk seleksi administrasi dan itupun cuma syarat seleksi menjadi seorang karyawan. Untuk menjadi seorang pengusaha atau mendirikan perusahaan tidak perlu IPK kok. Bukan berarti saya katakan IPK itu tidak penting, tapi IPK bukan satu-satunya modal yang kamu punya untuk sukses di dunia pascakampus.

Seorang sarjana paripurna itu layaknya sebuah paket komplit, di dalamnya ada segala macam hal. Tidak hanya terampil dalam bidang yang ditekuninya, seorang sarjana paripurna juga terampil dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Menurut teori ada 3 aspek kecerdasan yang harus dimiliki seseorang: Inteligensi, Emosional dan Spiritual. Seorang sarjana paripurna mampu menyeimbangkan ketiga hal tersebut.

Paparannya begini. Inteligensi diwakili oleh kemampuan akademiknya dia. Emosional diwakili kemampuan dia masuk ke dalam lingkungan dan menyesuaikan diri, kemampuan berkomunikasi yang baik serta kemampuan melobi dan mempengaruhi banyak orang. Spiritual diwakili dengan kedekatan dia dengan Tuhannya, kemampuan dia mengamalkan ajaran yang ia anut. Banyak sekali sarjana di luar sana yang oke di inteligensi dan emosional namun payah dengan spiritual. Akibatnya apa? Cobalah lihat petugas-petugas negara yang punya mental dan moral bobrok yang di otak mereka cuma ada bagaimana cara memenuhi kebutuhan diri dan kelompok sendiri (uppss). Yang paling hangat sekarang tentang seorang hakim yang melawak kalau pembakaran hutan itu bukan tindak kriminal karena bisa ditanami lagi (beuhhh).

Sebelum ditutup, seorang sarjana paripurna itu adalah sarjana yang tidak lupa dengan asal-usulnya, dia bukan kacang yang lupa kulitnya. Dia tahu bahwa setelah lulus masyarakat telah menantinya, maka ia harus memberikan kontribusi terhadap masyarakat itu. Dia tahu bahwa ilmu yang ia dapatkan selama kuliah harus diaplikasikan di kampung halamannya. Dia tahu bahwa kecerdasan yang dia miliki bukan milik dia sendiri, harus bisa mencerdaskan orang lain pula.

Penutup

Pada akhirnya kita memang perlu merenung, tentang hal-hal yang seharusnya kita pikirkan, tentang jalan yang perlu kita tempuh, tentang lautan yang perlu kita arungi. Kehadiran kita di dunia ini adalah amanah Tuhan untuk berbuat hal-hal baik kepada sesama manusia. Kita ada untuk menjadi bermakna, bukan untuk jadi figuran semata. Jadi mulai hari ini, Sobat, mari tempa diri kita menjadi lebih baik lagi. Menjadi seorang sarjana yang akan berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Semoga perjalanan kuliah kita diberkahi dan dimudahkan oleh Tuhan Yang Masa Esa. Aamiin.

error: Konten dilindungi