Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyaamana wa shiyaamakum. Pertama sekali segenap kru yang bertugas di blog pribadi ini (baca: saya pribadi) mengucapkan mohon maaf lahir dan batin jika ada kata-kata dari tulisan saya di fadli.xyz yang terlalu sarkas, yang terlalu tajam, yang terlalu naif hingga yang terlalu sombong. Sekian dari sekian diksi-diksi saya yang menyinggung para pembaca yang budiman. Dengan segala kerendahan hati saya mohon maaf, semoga kawan-kawan masih sudi mampir untuk berikut-berikutnya.

By the way, tentang lebaran tahun ini, bagi saya pribadi rasanya agak berbeda. Pasalnya ini lebaran pertama yang saya jalani dengan status fresh graduated (jika menyebut pengangguran terlalu sarkas). Profesi baru yang membuat saya enggan untuk diberi atau menerima tunjangan. Ah, tentu saja di kondisi sekarang ini bukan jamannya saya menerima THR uang tagang-tagang alias uang pecahan yang baru ditukar ke bank, ini jamannya terima THR dari perusahaan berupa digit-digit angka di rekening bank! Tapi saya bersyukur, di sini, lebaran kami berjalan dengan tenang.

Pagi-pagi sekali panitia shalat ied membentangkan lapiak (tikar/sajadah) di halaman mesjid, hari amat cerah. Kemudian takbir bersahut-sahutan. Shalat ied dan khutbah khusyuk. Sepulang dari mesjid ketupat/lontong gulai tauco menanti untuk disantap. Rumah-rumah kerabat dikunjungi satu persatu. Saya merasa sudah move on! karena saat mengunjungi rumah saudara yang ditanyakan bukan kapan tamat lagi tapi udah kerja atau belum. Nah, untuk jawaban ini saya sudah punya jawaban mumpuni: nunggu lebaran abis baru pergi mencari rezeki di rantau!

Oke, cukup! Saya cukupkan sesi curcolnya khawatir tulisan ini menjadi menjemukan, kita beralih ke,…

Kembali ke Fitrah di Idul Fitri
Fitrah berarti kesucian, kesucian dari jiwa kita manusia yang senantiasa tunduk dan patuh pada Allah ‘Azza wa Jalla. Fitrah adalah titik nol, titik awal yang kemudian seiring waktu berlalu ditarik membentuk garis. Garis yang kita bentuk setelah itu pastilah dipengaruhi oleh keadaan sekitar, entah itu garis yang lurus atau bukan sama sekali.

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari)

Fitrah adalah titik awal, sementara perjalanan hidup kita adalah garis. Ketika bertemu dengan Idul Fitri, dengan perjuangan yang sebetul-betulnya perjuangan di Ramadhan, Allah mereset garis yang telah kita buat (secara carut marut itu). Allah beri kita kesempatan untuk menuliskan garis yang baru.

Tapi tunggu, jangan lagi menuliskan garis tanpa dibantu oleh penggaris, karena pastilah garis yang kamu tulis ada kencong-meongnya. Setelah kita kembali fitrah maka pegang teguhlah nilai-nilai tauhid, kuatkan komitmen ubudiyah (ibadah) serta peliharalah perilaku/sifat terpuji di dalam diri. Semoga dengan begitu kita bisa menulis garis lurus di sepanjang perjalanan hidup kita. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.

Saat Kita Ber-Idul Fitri dengan Tenang
Kaum muslimin di Papua sana, tepatnya di daerah Kab. Tolikara, di mesjid Karubaga malah terusik dan dizalimi saat mesjid mereka dilempari dan dibakar. Konon kronologinya penyerangan itu dimulai pada takbir ke-7 rakaat pertama shalat ied. Tidak cukup disitu, saat api melebar ke kios-kios muslim dan rumah-rumah, barang-barang mereka ikut dijarah. Naudzubillah, lalu kemana toleransi antar umat bergama yang digaung-gaungkan dalam Undang-Undang Dasar itu? Ke laut atau ke manakah?

Anwar Abbas, ketua PP Muhammadiyah, beropini sebagaimana yang dilansir sangpencerah.com, bahwa aparat harus menindak keras para pelaku pembakaran mesjid. “Aparat harus tangkap pelakunya. Orang seperti itu tidak pantas tinggal di negara hukum yang menjaga toleransi umat beragama. Mereka yang seperti itu tidak boleh tinggal di negara ini” tegas Anwar pada Jumat (17/7) kemarin.

Anwar menilai kasus tersebut berpotensi besar sebagai ancaman dalam kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Umat beragama akan rusuh dan akhirnya kesatuan dan persatuan bangsa tidak terjaga.

Saya setuju berat dengan pak Anwar. saya tambahkan opini saya nanti ya. Btw, akibat dari pembakaran mesjid itu 10 orang jamaah terkena luka bakar dan harus menerima perawatan.

Saat Muslim Menjadi Minoritas
Ini bukan kasus sekali dua kali, dan kasus seperti ini terjadi hampir di seluruh bagian bumi. Saat Islam menjadi minoritas maka mereka menjadi sasaran empuk diskriminasi. Bacalah cerita-cerita saudara kita di Uighur (Cina), Rohingya (Myanmar), Afrika Tengah dan di mana pun itu. Kemudian ingat dan cari tahulah tentang peristiwa Poso beberapa tahun silam. Saat muslim menjadi minoritas maka mereka-mereka yang menjadi mayoritas menjadi buas. Saat muslim menjadi mayoritas maka mereka-mereka yang minoritas akan memelas soal toleransi.

Kemudian saat kita menjadi mayoritas di daerah kita apakah itu sudah cukup? Tentu saja tidak, tidak ada gunanya kita menjadi mayoritas kalau kita cuma diam saat saudara kita ditindas. Tidak ada gunanya kita menjadi mayoritas saat kita cuma diam di rumah dengan duduk malas. Percuma kita menjadi mayoritas kalau kita dengan gampangnya pikiran kita dijajah, hak kita beropini dikebiri. Persoalan di Tolikara bukan soal speaker masjid, mari merenung sedikit lebih lama kenapa dunia tidak berpihak pada Islam bahkan orang (yang mengaku) Islam itu sendiri.

Maka kawan, saat kita menjadi mayoritas harusnya kita punya power, kita punya daya tawar yang bagus, kita punya peluang yang banyak, kita punya karya yang mumpuni untuk menyumbat mulut-mulut mereka yang membenci dan skeptis terhadap Islam, dan berkata pada dunia:

Inilah kami orang-orang Muslim dan kami punya hak bicara!

By the way, tentang lebaran tahun ini kawan, ada rasa bahagia, sedih serta khawatir. Bahagia karena berhasil merayakan kemenangan dengan tenang. Sedih karena mendapat berita tentang saudara kita yang dikebiri haknya. Dan khawatir jika setelah kembali fitrah di Idul Fitri ini kemudian nantinya tidak bisa menjaga diri dari dosa. Ah, semoga kita dipertemukan lagi dengan Ramadhan dan lebaran tahun depan. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.

Ya Allah, ya Rahman, Engkau Maha Penyayang terhadap hamba-hambamu yang shalih, lindungilah kami dari marabahaya yang menggerogoti iman kami. Kuatkanlah persaudaraan kami. Jangan selipkan rasa bosan pada kami agar kami senantiasa ingat-mengingatkan dalam kebenaran, dalam kesabaran.

Ya Allah, ya Malik, Engkau Maha Memiliki, menguasai segala sesuatu, jangan Kau palingkan hati kami setelah Engkau beri kami petunjuk. Lindungi bangsa kami yang besar ini, jagalah kerukunannya, dan jadikan kami negara muslim yang tidak cuma diakui terbesar dari jumlahnya tapi juga terbesar dalam kontribusi dan perjuangannya terhadap kejayaan Islam. Aamiin.

By the way, tentang lebaran tahun ini, ya begitulah, lebaranmu bagaimana? Tulis di kolom komentar jika berkenan 🙂

error: Konten dilindungi