Selasa (22/7) adalah jadual KPU janjikan umumkan hasil rekapitulasi akhir Pilpres yang dilangsungkan 9 Juli 2014 lalu. Awalnya dijanjikan akan diberitahukan pada jam 16:00 WIB tapi nyatanya KPU molor. Dalam situs resmi kpu.go.id berita yang dirilis barulah sampai 28 provinsi sedahkan 5 provinsi lagi belum. Tapi tenang saya tidak akan membahas itu. Biarlah mereka (KPU) sibuk dengan tugasnya, yang akan saya bahas adalah pandangan saya terhadap sikap H. Prabowo Subianto terkait rekapitulasi yang sampai saat ini memenangkan pasangan Prabowo-Hatta.

Sampai tulisan ini diketik setidaknya sudah banyak saya mendapat pesan siaran, melihat linimasa Facebook yang sudah dipenuhi dengan kekecewaan pendukung Prabowo-Hatta. Kecewa bukan karena mendekati kekalahan melainkan karena tidak digubrisnya laporan kecurangan. Dalam akun media sosial resminya Prabowo meminta pendukungnya untuk tetap tenang dan mereka (Prabowo dan timnya) memilih untuk mundur dari proses dan tidak lanjut menyaksikan rekapitulasi oleh KPU. Dalam pernyataannya, Prabowo Subianto menyatakan menolak hasil rekapitulasi yang dilakukan KPU karena cacat hukum. Pernyataan Prabowo itu tentu beralasan. Mengutip pernyataannya itu, setidaknya ada 5 poin keberatan sebagai berikut:

1. Proses penyelenggaraan pilpres yang diselenggarakan oleh KPU bermasalah. Sebagai pelaksana, KPU tidak adil dan tidak terbuka. Banyak peraturan main yang dibuat justru dilanggar sendiri oleh KPU.
2. Rekomendasi Bawaslu banyak diabaikan oleh KPU.
3. Ditemukannya banyak tindak pidana Pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara dan pihak asing.
4. KPU selalu mengalihkan masalah ke MK, seolah-olah setiap keberatan harus diselesaikan di MK padahal sumber masalahnya di KPU.
5. Telah terjadi kecurangan masif dan sistematis untuk mempengaruhi hasil pemilu presiden.
Sehingga yang bersangkutan memilih menggunakan hak konstitusional mereka menolak pelaksanaan Pilpres 2014 yang cacat hukum dan menarik diri dari proses yang berlangsung.
Tentu saja pernyataan itu tidak ditinggal diam oleh kubu seberang. Beragam opini dan pemberitaan pun bermunculan di berbagai media. Ada yang pro tentu juga ada yang kontra. Hanya saja menurut saya, apa saja yang dituntut oleh Prabowo itu adalah haknya. Teringat ketika pasangan Desri Ayunda-James calon walikota Padang yang waktu itu menuntut banding ke Mahkamah Konstitusi warga kota Padang tidak terlalu permasalahkan. Jika memang tuntutannya benar maka ia akan memenangkan perkara, tapi nyatanya mereka kalah dalam banding itu sehingga pasangan Mahyeldi-Emzalmi naik sebagai walikota dan wakil wali kota terpilih.
Nah, terkait kasus Pilpres ini kita perlu menghargai sikap yang diambil oleh Prabowo dan tim. Jika memang yang ia tuntut itu benar hendaknya MK bisa berlaku adil. Serta KPU dan semua lembaga terkait juga harus profesional. Tidak lupa Jokowi dan tim juga harus menerima keputusan itu sehingga proses bisa berjalan adil dan sportif. Terakhir, demokrasi jangan dijadikan tunggangan untuk kepentingan golongan. Sudah lama rakyat terkatung-katung saat pemimpin mereka cuma berpikir mencari untung.

error: Konten dilindungi