Percaya deh, kedewasaan berpikir akan membuat orang mengambil keputusan yang berbeda. Kedewasaan berpikir akan membuat dia tidak memutuskan dengan segera, menghitung-hitung perkataannya. Mencari tahu efek jangka panjang dan lain sebagainya. Sekarang mungkin kamu agak risih melihat tingkah anak-anak sekolah yang alay minta ampun, seakan itu adalah ‘hina’ sekali. Tapi mungkin kamu lupa, kalau dulu kamu pernah juga mengalaminya. Saya yakin sebagian besar dari kita pernah melewati atau menderita sindrom tersebut, hehe

Ketika remaja atau dalam masa sekolah, kadar kematangan pribadi kita waktu itu baru sebatas bisa memutuskan segala sesuatu dengan (dominan) menggunakan perasaan, dikutip dari sebuah sumber, Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu, salah satunya adalah ketidakstabilan emosi. Coba ingat-ingat ketika dahulu, kita mudah sekali terprovokasi karena teman.

“Kalau lu memang gentel coba tembak cewek itu, kalau berani gw bersedia jadi suruhan lu selama seminggu!”

Ketika remaja dahulu, barangkali kamu seringkali membuat janji-janji yang pada kemudian hari akan kau sesali sendiri. Beberapa hal lahir begitu saja tanpa pertimbangan, karena kita cenderung menginginkan apa yang membuat kita senang dan tanpa pikir panjang. Senang nonton anime, senang main game online sampai berhari-hari, dan lain-lain. Dan lain-lain. Mungkin juga, senang pacaran. *blushed*

Nah, ketika sudah beranjak dewasa kenangan masa sekolah suka membuat senyum-senyum sendiri, atau menyesal sendiri. Apakah dahulu saya memang seperti itu, memalukan sekali. Rasanya ingin kembali ke masa lalu lantas berbisik ke diri kita sendiri untuk begini dan begitu. Karena faktanya, banyak sekali orang (beranjak) dewasa masih terkungkung dalam ingatan dan putusan-putusan yang ia buat di masa remajanya. Orang ini biasanya susah move on, ada saja kenangan masa lalu yang menghambat langkahnya untuk maju. Barangkali juga harapan-harapan yang mungkin saat ini sudah sangat kecil kemungkinannya untuk terwujud.

Dalam satu cerita, saya sering menemukan teman-teman dan adik-adik juga, ngomong kalau “kamu mungkin tidak percaya kalau dahulu saya seperti apa”, “abang mungkin salah menilai saya, karena jika abang tahu masa lalu saya, abang mungkin akan menjauh”. Seakan dia sendiri yang punya masa lalu, hehe

So…?
Lihatlah ke depan, Cuy. Saya sebenarnya tidak peduli betul sebenarnya dahulu si A atau si B seperti apa, yang jelas saya bisa melihat bahwa sekarang dia punya potensi untuk masa depan. Ketimbang dia terlalu lama tenggelam dalam euforia kenangan lalunya, kenapa tidak coba berpikir ke depan. Dan awan-awan pun senantiasa bergerak, bumi senantiasa berputar. Waktu terus bergulir. Semuanya bergerak, sedangkan kita tidak?

Mengingat masa lalu, apa lagi berharap padanya, sebenarnya mematok standar statis yang kita harap dan akan kita capai. Sayangnya, kehidupan tidak statis melainkan dinamis. Seperti roda. Jadi, sudah semestinya lah kita juga harus bergerak. Harus bisa move on. Hamasah!

error: Konten dilindungi