Begini Ceritanya…
Anak zaman, barangkali begitu mereka disebut. Saya baru selesai kuliah siang waktu itu. Niat hati ingin menunggu bus kampus di halte dan cukup terkejut melihat segerombolan siswa SD dengan papan abo duduk di bangku panjang. Barangkali baru selesai ujian sekolah, saya terka mereka kelas 6 SD. Tak sempat saya hitung berapa banyaknya tapi “gaya pongah”-nya cukup menyita perhatian saya. Saya berdiri di dekat mereka.
“Kama diak?” (ke mana dik?)
“Mau naik bus pulang, Bang” jawab salah seorang.
“Memangnya dari mana?”
“Kita naik bus tadi, tapi diturunkan di sini”
“Sekarang nunggu bus lagi”
Mereka mengangguk.
Percakapan di atas memang biasa, yang tidak biasa adalah style bocah-bocah kemarin sore itu. Topi sekolah berwarna merah dimiringkan, baju dikeluarkan, dasi di kebelakangkan. Dan ini yang membuat saya kesel, salah satunya memakai anting ditelinga kirinya. Ya Tuhan, siapa yang ngajarkan?
Dimana Salahnya?
Pun itu anting magnet yang biasa dipakai boyband asal Korea itu, tapi tetap saja anak kelas 6 SD tidaklah wajar bergaya seperti itu. Begini, teman-teman tahu kan fase baligh? Bukan soal tanda-tanda balighnya tapi hakikatnya ketika seorang anak sudah baligh semua tindak-tanduknya kemudian menjadi pertanggung jawabannya sendiri. Anak-anak yang belum baligh tentu masih jadi tanggung jawab orang tuanya. Pahala atau dosa masih ditanggung oleh orang tua *CMIIW. Lantas apakah orang tuanya tidak mencegah? Tentu saja tidak sepenuhnya begitu.
Apa Penyebabnya?
Sewaktu sekolah dulu saya punya beberapa teman yang perokok. Jadi, dia merokok cuma ketika di luar rumah yang tidak dapat dijangkau oleh orang tua mereka dan mata-matanya (ex: guru, tetangga, dll). Kenapa begitu? Karena jika ketahuan mereka akan dapat amukan, orang tua mereka marah besar yang kemudian bisa berdampak pada: pemotongan uang jajan, penyitaan fasilitas hingga bahkan kena cambuk ikat pinggang. *wuihh*. Maka dari itulah mereka sembunyi-sembunyi. Dan jika kita tarik ulur motif berbuatnya apa, menurut top survey yang terbesar adalah karena ingin merasa keren!
Bagi sebagian besar ababil (abege labil—pen) berani merokok membuat mereka merasa keren, macho gitu lho. Punya motor yang knalpotnya bersuara nyaring, yang kalau duduk dibikin ngangkang hingga perilaku-perilaku menyimpang lainnya membuat mereka merasa keren. Lantas kenapa bisa begitu?
(Mungkin) Ini Solusinya
Menjadi sedikit posesif tak apalah. Apakah itu orang tua, saudara atau sanak-keluarga. Mungkin bahasa yang lebih tepatnya menjadi sedikit lebih perhatian dari sebelumnya, hehe. Perhatikan lingkungan bergaul anak-anak, siapa temannya dan segala macam. Tak apa ditanya kalau telat pulang ke mana, kalau mau pergi ke mana…. Kemudian perhatikan tontonan anak juga penting. Begini, anak-anak biasanya suka mengadopsi apa-apa yang mereka lihat di kesehariannya. Maka dari itu, memilihkan tontonan bagi mereka adalah penting. Mungkin karena belakangan Kpop menjamur di televisi makanya mereka kira bergaya seperti itu keren. Terakhir, beri arahan bahwa menyimpang itu sama sekali tidak keren.
Akhirnya…
Keren adalah sebuah persepsi. Tapi keren yang baik adalah bisa mengerjakan apa-apa yang baik. Barulah keren namanya jika anak/adik/kemenakan kita bisa menjaga sholatnya 5 waktu tepat waktu. Bisa menghafal Qur’an. Mendapat prestasi akademik. Dan lainnya. Dan lainnya. Begitulah keren yang sebenar-benar keren. Keren yang diakui penduduk langit dan bumi! Ingatlah, bahwa setiap zaman itu adalah generasinya, ada anaknya. Lantas, apakah mau menjadi anak zaman yang terpinggir sementara orang-orang terus berpacu, saling berkejaran menjadi bagian dari generasi gemilang? Anak zaman yang baik adalah anak-anak yang bisa menggenggam zaman/dunia di tangannya, bukan mematri di hatinya. *aduh* sebelum semakin melebar dan tidak fokus saya sudahi saja tulisan kami ini, semoga bermanfaat.
keren itu adalah bisa berguna untuk orang lain dalam hal kebaikan 🙂
Keren banget Titis, trims sudah berkunjung :))