Bismillahirrahmanirrahim

Perspektif atau sudut pandang, seseorang bisa saja bertengkar akibat ini. Ilustrasinya, ketika ada sebuah gelas yang berisi setengah kamu bisa mendefinisikannya sebagai terisi setengah atau malah kosong setengah. Tidak dapat dipungkiri bahwa seseorang memiliki gaya berpikirnya masing-masing sebagaimana seorang pengarang menuliskannya ceritanya. Ada yang nyaman dengan berdiri di luar cerita sehingga ia menjadi narator yang ulung dengan gaya cerita sudut pandang orang ketiganya, namun ada pula yang ingin ikut terlibat dalam cerita yang ia tulis sendiri. Katanya: cerita yang bagus adalah yang bisa mengajak orang tenggelam di dalamnya, maka ia akan menulis dengan sudut pandang orang pertamanya. Di lain sisi ada pula yang suka dengan gaya bercerita aku dan kamu dalam sudut pandang orang keduanya.

Andaikata kamu berdiri di atas sebuah bangunan yang cukup tinggi, kamu akan dapat mengamati apa-apa saja yang ada di bawah tapi kamu tidak benar-benar bisa merasakan euforianya. Andai kamu berada di tengah komunitas, kamu bisa merasakan gejolak-gejolaknya namun pandanganmu terbatas pada beberapa orang di sekitar saja.

Logikanya begitu, siapa yang setuju?

Perihal perspektif ini tentu bukan hanya pada tulisan fiksi atau non fiksi, di kehidupan nyata tentu berlaku pula. Kita jemput kembali gelas yang kosong tadi. Kamu bisa menilainya sebagai gelas setengah kosong, atau gelas setengah isi. Tapi hal terbaik yang dapat dilakukan adalah menganggapnya sebagai gelas setengah isi.

Kenapa?

Karena ketika kamu menilai dia setengah kosong, langkah selanjutnya adalah benar-benar mengkosongkannya secara penuh.

Ketika kamu menilai dia setengah berisi, langkah selanjutnya adalah benar-benar membuatnya terisi penuh.

Jadi?

Mana lebih baik penuh atau kosong?

Sadarkah, jika sebenarnya pola pikir kita sebenarnya juga berjalan seperti itu. Kosong adalah prasangka negatif sedangkan berisi adalah prasangka positif.

Akhirnya, marilah sama-sama kita mengoreksi diri kita masing-masing. Memenej gaya pikir kita. Karena, percayalah, perasaan itu awalnya bermula dari prasangka.

Jika kamu ber-prasangka baik pada sesuatu maka yang timbul selanjutnya adalah cinta.
Jika kamu ber-prasangka buruk pada sesuatu maka yang timbul selanjutnya adalah benci.

Meski kata kebanyakan orang: sebanyak apa orang yang suka padamu, sebanyak itu pula orang yang tidak suka.

Tapi hakikatnya setiap orang pastilah ingin dicintai, saya pun begitu.

Mencintai dan dicintai, sepenuh hati.

Salam hangat, tetap menulis ya.

error: Konten dilindungi