Bukan tak jarang seseorang kehilangan sendal dalam kesehariannya, selain sebuah pena sepasang sendal barangkali dapat juga dikatakan sebagai salah satu barang yang paling rawan hilang. Sepasang sendal bisa hilang di mana saja, entah itu di mesjid, di warnet dan di tempat-tempat umum lainnya. Ah, setidaknya begitu yang saya amati dan juga saya alami. Pernah suatu ketika sendal saya hilang di mesjid, pernah berkali-kali sendal saya hilang di warnet, kehilangan yang sungguh menjengkelkan. Satu yang saya pelajari dari kehilangan-kehilangan itu adalah: jangan lagi membawa sendal yang bagus ke mesjid atau ke warnet atau sembunyikan sendal anda di tempat yang aman jika hendak ke tempat-tempat umum! Ah, sebut saja itu salah satu bentuk dari trauma. Tapi saya lebih heran lagi—saya berpikir itu cukup menggelikan—ketika menemukan seseorang datang ke mesjid dengan sandal yang belang.
            Andai sahabat pernah menemukan seorang yang seperti saya ceritakan di atas, kemudian mencoba bertanya kepada orang yang memakai sendal belang tersebut, saya yakin ia akan menjawab bahwa ia telah mengalami sebuah trauma. Pun ia mengatakan jawaban yang berbeda-beda namun arah dan tujuannya tetaplah sama. Andai saya menjadi orang itu saya akan sesumbar mengatakan bahwa “hanya orang bodoh yang mencuri sendal belang, dan yang terpenting adalah kita tetap pergi dengan beralas kaki, terlepas bagaimana bentuk alas kaki itu”. Jawaban yang sedikit kasar tapi begitulah yang saya pikirkan.

            Selain sendal, satu benda lainnya yang paling rawan hilang adalah pena, dan saya sering sekali mengalami itu. Semenjak saya masuk sekolah dan mulai mengenal baca-tulis saya tidak tahu sudah berapa kali saya kehilangan benda kecil itu. Sedari sekolah dasar hingga perguruan tinggi saya masih saja tak bisa merubahnya. Sekali waktu saya membeli dua pena namun tidak cukup sebulan lamanya saya harus membeli dua pena lagi. Pena yang hilang bisa disebabkan banyak hal. Pertama tentu saja karena pemilik lupa di mana menaruh benda kecil itu. Kedua, bisa jadi benda itu tercecer setelah selesai dipakai. Dan ketiga, saya rasa ini yang paling menjengkelkan, ketika seorang kawan meminjam pena kepada kita namun tidak dikembalikannya, dan lebih parah lagi kita lupa siapa yang meminjamnya. Ah, ujung-ujungnya mesti beli lagi.
            Terakhir, rasanya perlu pula saya ceritakan, jarum pentul atau peniti adalah benda yang sangat rawan untuk hilang. Betapa tidak, ukurannya yang kecil itu menuntut kita untuk menyimpannya sebaik mungkin. Ya, sebaik mungkin. Atau pula seaneh mungkin, entahlah. Saya teringat saja ketika saya bergolek-golek di atas karpet di rumah saya, di atas karpet itu saya temukan beberapa jarum pentul yang disematkan, barangkali pemiliknya takut kehilangan, takut jarum yang kecil itu tersapu saat membersihkan rumah. Pernah juga saya temukan beberapa jarum pentul yang disematkan pada gorden jendela, sofa dan lainnya. Tetapi, pada akhirnya si pemilik bisa lupa pula di mana jarum itu disematkannya. Ujung-ujungnya ya hilang juga.
            Setelah merenungi semua itu saya jadi berpikir, meskipun ketiga benda itu benda yang kecil tapi ternyata kita bisa kalang-kabut ketika benda-benda itu hilang. Seseorang yang kehilangan sendalnya akan kebingungan bagaimana ia akan pulang, bagaimana kakinya akan dialas. Seseorang yang kehilangan pena akan kebingungan bagaimana ia akan membuat catatan pelajaran atau catatan kuliah, bagaimana ia akan menulis sebuah cerita atau artikel singkat. Seoseorang perempuan yang kehilangan jarum pentul akan kebingungan bagaimana cara ia mengenakan jilbabnya. Ah, ternyata masing-masing dari benda itu mempunyai peran penting dalam keseharian kita. Betapa merugi rasanya ketika mereka hilang berkali-kali dan kita terpaksa membeli lagi. Kesudahannya marilah sama-sama kita sepakati bahwa sekecil apapun sesuatu dalam hidup ini ia tetap memiliki arti, marilah kita menjaganya dengan hati-hati.
error: Konten dilindungi