Seorang guru kebijaksanaan lebih mencintai muridnya yang termuda ketimbang murid-muridnya yang lain. Hal ini tentu saja menimbulkan kecemburuan di kalangan murid-muridnya. Suatu hari sang guru menyuruh para muridnya menyembelih seekor ayam. Masing-masing disuruh menyembelih ayam itu di tempat yang tak seorangpun dapat melihatnya. Sang guru hanya berpesan agar mereka kembali paling lambat saat matahari terbenam.

Saat mereka kembali, semua murid membawa ayam sembelihan mereka ke hadapan sang guru. Namun anehnya murid kesayangan itu kembali dengan membawa seekor ayam yang masih hidup. Tentu saja hal ini menjadi bahan tertawaan murid-murid yang lain.

Si guru kemudian menanyakan bagaimana mereka menjalankan perintahnya. Murid pertama mengatakan bahwa ia membawa ayam itu ke rumahnya, mengunci pintu kemudian menyembelihnya. Murid kedua mengatakan bahwa ia membawa ayam tersebut ke rumahnya, mengunci pintu, menutup tirai, kemudian masuk ke dalam lemari tertutup, lalu menyembelihnya. Murid ketiga juga membawa ayam itu ke dalam lemari tertutup, namun ia menutup matanya dengan kain sehingga ia sendiripun tak melihat proses penyembelihan tersebut. Murid lainnya pergi ke daerah gelap, yang terpencil di dalam hutan. Murid terakhir pergi ke sebuah gua yang gelap gulita.

Akhirnya tibalah giliran murid yang termuda. Ia menundukkan kepalanya dengan malu. Ayamnya masih berkotek di dalam pelukannya. Dengan lirih ia berkata, “Aku telah membawa ayam ini ke dalam rumah. Tapi Tuhan berada di segala sisi rumah itu. Aku pergi ke tempat paling terpencil di hutan, tetapi Tuhan tetap ikut bersamaku. Bahkan di gua paling gelap sekalipun Tuhan berada di sana. Tak ada satu tempatpun dimana Tuhan tak dapat melihatku. “Sejak saat itu kecemburuan murid-murid yang lain langsung sirna. Mereka sadar kenapa sang guru paling mencintai muridnya yang satu ini.

error: Konten dilindungi