Melirik Potensi Biogas Sebagai EBT yang Tidak Merusak Hutan dan Cocok Bagi Masyarakat Urban
Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu alasan utama yang membuat negeri kita masih terikat dengan sumber energi fosil adalah investasi untuk Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang mahal. Dikutip dari siaran pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Desember 2019 lalu, biaya invetasi yang dibutuhkan untuk membangun pembangkit listrik EBT mencapai 36,95 miliar dolar Amerika atau setara dengan 534 triliun rupiah–itupun baru sebatas biaya yang dibutuhkan dalam 5 tahun pembangunan.
Nah, jika dibandingkan dengan rata-rata APBN tahunan, itu mencapai seperempat dari total anggaran pendapatan dan belanja negara tersebut. Jumlah yang sangat fantastis, bukan?
Jika pikiran Anda mulai bertanya-tanya kenapa bisa semahal itu, tenang saja, Anda tidak dalam tahap meragukan pemerintah atau sebagainya. Itu adalah sesuatu yang normal.
Faktanya, anggaran yang besar tadi tidak hanya dibutuhkan untuk mendatangkan teknologi pembangkit, tetapi juga proyek-proyek sipil yang menunjang seperti pembangunan jalan, bendungan, pelabuhan dan sebagainya.
“Kok gitu, memang tidak bisa tanpa infrastruktur sipil?” tanya pembaca lagi.
Jawaban dari pertanyaan ini cukup pahit, tapi saya harus mengatakan yang sebenarnya: hampir mustahil. Pasalnya, sebagian besar sumber EBT kita banyak tersedia di daerah-daerah rural alias kawasan perdesaan. Oleh karena itulah, negeri ini masih belum bisa lepas dari energi batu bara.
IIlustrasi energi terbarukan atau hijau
Tapi tenang saja, ada skenario lain untuk menghadirkan EBT ke tengah masyarakat, bahkan masyarakat urban. Skenario itu adalah penggunaan biogas sebagai sumber energi, saya akan jelaskan lebih lanjut tentang ini nanti. Sebelum itu, saya ingin mengajak Anda mengetahui alasan kenapa kita harus move on dari energi fosil, terutama batu bara.
Hutan dan Lingkungan, Alasan Indonesia Harus Move On dari Energi Batu Bara
Dikutip dari tirto.id, hingga Mei 2020 lalu, batu bara masih mendominasi stok pembangkit. Mineral berwarna hitam ini digunakan sebagai bahan bakar PLTU dengan jumlah kapasitas mencapai 35.216 MW (49,67%) dari total kapasitas nasional 70.900 MW. Penyumbang stok energi listrik setelahnya pun masih diikuti oleh energi fosil yaitu PLTG (gas) dengan 20.488 MW (28,90%) dan PLTD (diesel) berbasis BBM dengan 4.781 MW (6,74%).
Lalu berapa sumbangan dari sumber-sumber EBT?
Sumbangan dari kelompok EBT baru mencapai kapasitas 10.426 MW atau setara 14,71% dari total kapasitas terpasang nasional. Itu berarti 85,31% kebutuhan listrik kita masih disuplai oleh energi fosil yang notabene memberikan dampak buruk pada lingkungan dan iklim akibat gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkannya.
Ilustrasi mineral baru bara
Usut punya usut, berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah produki GRK Indonesia dari sektor energi cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017 lalu, emisi GRK dari sektor energi diperkirakan mencapai 558 juta ton CO2e dan menjadi penyumbang terbesar dibanding sektor lainnya. Hal ini tentu harus menjadi perhatian khusus, terlebih Indonesia ikut meratifikasi Persetujuan Paris (Paris Agreement) untuk menahan laju pemanasan global di bawah 2℃.
Lantas, langkah apa yang harus kita ambil?
Langkah nyata yang perlu dilakukan adalah mengurangi pengguna sumber energi fosil, terutama batu bara. Pasalnya PLTU dengan batu bara tidak hanya membubungkan GRK secara masif dan berkelanjutan, tetapi juga merusak kawasan hutan karena proses penambangan.
Terkait bahasan ini, agaknya sudah terlalu sering mendengarkan berita tentang lubang bekas tambang batu bara yang dibiarkan begitu saja di tengah hutan. Tidak jarang juga kita mendengar, lubang tersebut menelan korban jiwa yang merupakan warga sekitar daerah tambang. Mirisnya lagi, lubang-lubang tersebut tidak sedikit. Pada tahun 2018 lalu saja, ada temuan 1.735 lubang galian tambang batu bara di wilayah Kalimantan Timur yang diterlantarkan begitu saja oleh perusahaan tambang yang membuatnya.
Semua kenyataan di atas membawa kita pada kesimpulan bahwa Indonesia memang harus benar-benar move on dari energi batu bara sebagai penyokong utama energi listrik nasional. Caranya tentu saja melirik dan menggunakan lebih banyak energi baru dan terbarukan (EBT) tadi.
Memang sebagian besar EBT membutuhkan investasi yang besar untuk bisa mengolahnya, tapi di antara semua sumber EBT agaknya ada yang lebih terjangkau dari segi biaya, tidak merusak hutan, dan dapat diolah bahkan oleh masyarakat urban. Sumber EBT itu adalah biogas dari biomassa.
Biogas: EBT Potensial yang Ramah Lingkungan dan Tidak Merusak Hutan
Di antara semua sumber energi baru dan terbarukan yang ada, menurut hemat saya, biogas dari biomassa (material organik) adalah salah satu yang terjangkau dari biaya dan mudah untuk diimplementasikan dari skala kecil hingga besar. Pun jika diimplementasikan untuk pembangkit listrik, biaya investasinya lebih rendah dibanding pembangkit listrik dari tenaga panas bumi dan air.
Biogas dapat diproduksi dari bahan-bahan yang ada di sekitar kita, utamanya limbah-limbah organik yang mana sangat melimpah jumlahnya di Indonesia. Mengutip data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, jumlah timbulan sampah nasional mencapai 30,99 juta ton dengan 58,9% atau sekitar 17 juta ton darinya adalah sampah organik. Itu artinya bahan produksi biogas kita melimpah.
Selain itu, potensi pemanfaatan biogas di Indonesia mencapai 32 gigawatt (GW), hanya saja kapasitas PLT bioenergi yang berhasil dibangun baru 1.896,5 megawatt (MW). Belum setengahnya dari kebijakan energi nasional (KEN) untuk pembangkit bioenergi, yaitu 5.500 MW di 2025.
Namun memang harus diakui, penggunaan biogas–yang tersusun dari gas metana (CH4), karbon dioksida (CO2) dan beberapa gas lain–masih kurang ramah lingkungan jika dibandingkan dengan sumber EBT yang lain, akan tetapi pembakaran metana pada biogas relatif lebih bersih dari pada batu bara. Selain itu, energi yang dihasilkan lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih rendah.
Lebih jauh lagi, pembakaran CH4 pada biogas ini menjadi sangat penting karena gas tersebut jauh lebih merusak bagi atmosfer jika dibandingkan dengan karbon dioksida. Jadi, gas metana akan lebih baik jika dibakar dari pada lepas ke atmosfer begitu saja. Sedangkan karbon dioksida pada biogas nyatanya merupakan karbon dioksida yang diambil dari atmosfer melalui fotosintesis tumbuhan. Pelesapan karbon dioksida tersebut tidak begitu menambah jumlah CO2 di atmosfer seperti halnya CO2 dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara.
Dan tentu saja, pengembangan biogas akan menjaga kelestarian hutan. Bahan produksi biogas, biomassa, bukanlah hasil tambang sebagaimana batu bara yang area tambangnya umumnya di kawasan hutan. Ada pun sisa atau limbah dari produksi biogas justru bisa digunakan sebagai pupuk yang menyuburkan anak-anak pepohonan di kawasan hutan.
Tidak Hanya Bagi Industri, Biogas Juga Cocok untuk Masyarakat Urban
Tanpa terasa, kita telah sampai pada bagian terakhir tulisan ini. Omong-omong, ketika kita membicarakan energi baru dan terbarukan, memang umumnya pikiran kita akan diarahkan pada pemanfaatannya untuk pembangkit listrik, namun lebih jauh dari pada itu, EBT juga bisa digunakan untuk berbagai keperluan lain. Biogas sendiri adalah EBT yang tidak hanya bisa digunakan pada sektor industri tenaga listrik, tetapi juga dapat dimanfaatkan di komunitas masyarakat skala kecil dan rumah tangga.
Beberapa dari pemanfaatan biogas di tengah masyarakat adalah sebagai pengganti gas LPG dan juga bahan bakar kendaraan bermotor. Penggunaan biogas sebagai energi untuk menghidupkan kompor gas akan membantu mengurangi penggunakan LPG (Liquid Petroleum Gas) yang mana sebagiannya masih diimpor dari luar negeri. Sedangkan penggunaan biogas sebagai bahan bakar kendaraan mesti dikonversi terlebih dahulu menjadi gas alam terkompresi atau compressed natural gas (CNG) dan perlu penyesuaian pada mesin kendaraan agar dapat digunakan.
Pemanfaatan energi dari biogas juga akan memberikan dampak positif bagi lingkungan, yaitu terkelolanya sampah organik dengan baik, meningkatnya kualitas udara karena berkurangnya gas metana serta menghasillkan pupuk organik sebagai sisa produksi. Kabar baiknya lagi, semua manfaat dari penggunaan biogas tersebut tidak hanya bisa dinikmati oleh masyarakat rural atau kawasan perdesaan tetapi juga masyarakat urban atau perkotaan.
Biogas dapat dikembangkan dengan sampah perkotaan dengan instalasi yang dapat dibuat pada lahan terbatas. Lahan dengan ukuran 1×2 meter sudah cukup untuk membuat instalasi biogas mini untuk kebutuhan rumah tangga.
Adapun tingkat keamanan biogas lebih baik dari pada LPG. Jika LPG yang bocor mengendap ke bawah, biogas berupa metana yang bocor akan naik ke atmosfer. Namun meskipun demikian, pengguna tetap mesti waspada dengan kebocoran ini karena metana yang terakumulasi dapat merusak atmosfer.
Alhasil, pemanfaatan biogas bagi masyarakat urban dapat membantu menekan biaya hidup di perkotaan yang terbilang cukup mahal. Hanya perlu investasi di awal untuk instalasi, setelah itu biogas dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan, peluang bisnis dari biogas juga terbuka lebar dengan cara membangun instalasi produksi biogas dengan sambungan pipa ke tempat-tempat pengguna.Biogasnya bisa dijual, pupuk organiknya bernilai ekonomi juga. Oleh karena itu, tak berlebihan jika pada akhirnya pemanfaatan biogas disebut sebagai satu dari 1000 Gagasan untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan tanpa merusak lingkungan dan hutan.
Nah, setelah semua penjelasan di atas, apa yang kini ada di pikiran Anda? Tertarik untuk mengembangkan biogas juga? Tidak perlu dalam skala besar, buat dengan skala rumah tangga saja dulu meski Anda berdomisili di wilayah perkotaan. Tidak hanya sebagai sumber energi, produksi dan pemanfaatan biogas juga menjadi solusi pengelolaan sampah organik berkelanjutan. Ramah lingkungan dan tentu saja juga ramah terhadap hutan. Yuk, ambil andil dalam menggunakan energi baru dan terbarukan demi menyelamatkan bumi.[]
#1000GagasanEkonomi #Selamatkanhutan #TemenanLagi #IndonesiaTangguh
Referensi :
- Humas EBTKE. Kejar Target Bauran Energi 2025, Dibutuhkan Investasi EBT Hingga USD36,95 Miliar. Tersedia di https://ebtke.esdm.go.id/post/2019/12/06/2419/kejar.target.bauran.energi.2025.dibutuhkan.investasi.ebt.hingga.usd3695.miliar
- Vincent Fabian Thomas. Energi Fosil Sumbang 85% Listrik RI per Mei 2020, Terbanyak PLTU. Tersedia di https://tirto.id/energi-fosil-sumbang-85-listrik-ri-per-mei-2020-terbanyak-pltu-fU1K
- Badan Pusat Statistik. Emisi Gas Rumah Kaca menurut Jenis Sektor (ribu ton CO2e), 2001-2017. Tersedia di https://www.bps.go.id/statictable/2019/09/24/2072/emisi-gas-rumah-kaca-menurut-jenis-sektor-ribu-ton-co2e-2001-2017.html
- Gloria Fransisca Katharina Lawi. Sepanjang 2018, Ada Temuan 1.735 Lubang Tambang di Kaltim. Tersedia di https://kalimantan.bisnis.com/read/20190510/408/920884/sepanjang-2018-ada-temuan-1.735-lubang-tambang-di-kaltim
- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional. Tersedia di http://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/
- Verda Nano Setiawan. Potensinya Besar, Pemanfaatan Biogas di Indonesia Masih Minim. Tersedia di https://katadata.co.id/sortatobing/ekonomi-hijau/5fa14500b8d63/potensinya-besar-pemanfaatan-biogas-di-indonesia-masih-minim
- Esti Tri Pusparini dan Dionsius Bambang Arinto. Memanfaatkan Lahan Terbatas. Tersedia di http://www.harnas.co/2019/10/11/memanfaatkan-lahan-terbatas
wah, Udaaa keren sekali artikel dan pemaparannya
daku jadi tercerahkan nih, bahwa Biogas bisa menjadi EBT yg aman ramah lingkungan dan tidak merusak hutan kita ya.
terima kasihhh
Terima kasih kembali, Mbak
Ternyata biaya yang dibutuhkan untuk membangun EBT sangat mahal ya, belum lagi harus memperhatikan kondisi infrastruktur penunjang. Banyak manfaatnya juga penggunaan biogas ini untuk lingkungan yang lebih baik. Daripada tidak bisa menggunakan BET. Semoga saja lingkungan kita ini semakin kondusif ya, sehingga tidak bertambah buruk keberlangsungan hidup kita.
Iya Mas, apalagi memang teknologi ini terbilang baru. Namun keuntungan yang akan didapatkan setara dengan jumlah investasi yang mesti dikeluarkan kok
Faktor pembangunan EBT yang mahal mungkin menjadi hambatan tersendiri hingga baik pemerintah maupun masyarakat masih bergantung pada apa yang sudah ada sekarang. Semoga biogas semakin diminati. Bisa dimanfaatkan dengan baik sehingga berpengaruh positif juga untuk lingkungan.
Aamiin ya Rabb, sektor energi memang harus move on ke yang lebih hijau demi menyelamatkan bumi yang akan dihuni anak cucu kita kelak
Masyarakat memang perlu sadar akan pentinganya EBT agar tetap bisa ikutserta menyelamatkan bumi dari kemungkinan besar pemanasan global. Upaya ini tentunya perlu peran serta masyarakat maupun pemerintah untuk mencanangkan EBT ke depannya. Thanks sharingnya kak fad….
Sama-sama, Mas. Semoga masyarakat semakin teredukasi dengan energi hijau untuk bumi yang lebih baik
Saya pernah dolan ke rumah teman di dekat sebuah curuk terkenal di Banyumas. Rumah di sana sudah pakai biogas untuk listrik dan kompornya. Luar biasa. Kebetulan di sana memang tempat penghasil susu sapi.
Saya jadi terus berharap bisa segera punya tanah cukup luas untuk ternak sapi di belakang plus tanam rumputnya. Lalu memakai kotorannya untuk biogas dan pupuk.
Wah, ternyata masyarakat di Banyumas sudah memulainya ya. Saya berharap di daerah saya juga bisa diaplikasikan
Jika kita bersama-sama peduli dengan alam, harus mulai kompak mencanangkan EBT. Penggunaan biogas makin diminati masyarakat lewat edukasi seperti sharing ini. Sangat bermanfaat nih Uda. 😇
Iya nih, beberapa perumahan baru sekarang juga sudah diwajibkan pakai biogas. Kalau yang bukan perumahan kayaknya harus kompak nih se-RT atau RWnya. Terima kasih atas edukasinya uda, menarik sekali penyampaiannya.
Biogas memang bisa jadi solusi yang tepat ya Uda sebagai EBT yang ramah lingkungan dan mudah serta murah. Bumi kita terjaga, mengurangi (sampah) organik juga dan energi yang dihasilkan lebih besar ya. Terima kasih sharingnya Uda.
Terima kasih kembali, Mbak. Trims juga sudah mampir, membaca dan berkomentar 😀
Biogas ini ada di sekitar kita ya, sehingga sayang banget kalau tidak dimanfaatkan. Uda, tanah kompos yang buat nanam bunga itu kl bikin sendiri dari dedaunan pohon yang rontok, itu termasuk biogas gak yaa…
Iya Mbak, dedaunan yang terkomposisi juga menghasilkan biogas, tapi dalam kadar yang sedikit. Kalau dikumpulkan banyak-banyak, bisa tuh untuk sumber energi pengganti LPG buat memasak
Sudah banyak yang mengetahui bahwa penggunaan batu bara itu dapat merusak lingkungan. Biogas dapat dijadikan energi alternatif pengganti batu bara. Tapi sayangnya hampir tidak ada yang berani dan mau menggunakan biogas sebagai bahan bakar. Mungkin karena belum terbiasa dan juga gak ada alat-alat penunjangnya
Teknologi ini masih tergolong baru dan belum banyak yang memanfaatkan
Padahal ternyata bagus banget ya buat lingkungan
Semoga ke depannya dapat dikembangkan secara maksimal untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan yang tetap memperhatikan kelestarian alam
Alhamdulillah di TPA Malang juga sudah mengembangkan instalasi biogas ini. Jadi sampah organik sisa rumah tangga yang bisa terurai akan dimanfaatkan menjadi biogas. Sisa produksi berupa pupuk organik juga sangat bisa dimafaatkan. Smeoga ke depannya bisa berkembang lebih baik lagi sehingga bisa bermanfaat maksimal. Butuh penyuluhan memang agar skala Rumah Tangga juga bisa membuat instalasi biogas mini.
Biogas ini terkenal dan umum ya di daerah tapi kalau kota besar seperti Jabodetabek kayaknya jarang nih Uda.. jadi saya ga bisa lihat langsung implementasi Biogas dilapangan. Tapi baca ulasan artikel ini jadi kebayang sih proses biogas
Biogas ini di Balikpapan sudah banyak yang menggunakan, cuma memang belum merata hanya di wilayah tertentu.
Tapi ini keren banget sih, pastinya sangat membantu masyarakat banget
Di desa2 udah banyak juga di sini Uda yang pakai biogas.
Ikut belajar juga sih akhirnya meskipun di lingkungan sini belum ada yang menerapkan juha
Wah, uda. Idenya keren. Memang sekarang zamannya udah harus memperhatikan lingkungan ya… kasihan ini anak cucu kita kalau hutan banyak yang rusak. Jadi alternatif sumber energi perlu dipertimbangkan ya