Seringkali kita dibuat penasaran dengan sebuah cerita yang meskipun kita tahu itu hanya fiktif belaka. Seperti fans manga Naruto yang ribut-ribut saking penasarannya tentang sebenarnya Sarada anaknya Karin atau Sakura. Atau juga tentang fans One Piece yang penasaran dengan kelanjutan arc Dressrosa dan tentang siapa yang akan menjadi kru baru bajak laut Topi Jerami. Tidak pula terlupa fans sinetron 7 Manusia Hariamau yang penasaran dengan kitab-kitab yang sedang dicari oleh Gumara dan Pitaloka. Apapun itu, tanpa kita sadari kita setia menunggu si pengarang untuk merilis kelanjutan ceritanya. Alasannya sederhana, karena kita suka.

Namun tahukah kamu, bagaimana penjelasan ilmiah kenapa kita suka membaca cerita itu? Dikutip dari artikel yang bertajuk How Stories Change the Brain dijelaskan bahwa cerita merupakan salah satu media yang paling bagus dalam menyampaikan informasi penting atau berharga dari satu orang/komunitas ke lainnya. Setidaknya sebuah cerita yang efektif dapat melakukan 2 hal: menangkap perhatian kita dan “memindahkan” kita ke dunia tempat karakter cerita itu hidup.

Setelah cerita sukses “menelan” kita dalam waktu yang lama, emosi kita akan terpacu dan beresonansi dengan karakter cerita. Narratologists menyebutnya transportasi,” dan kamu mengalami ini ketika tiba-tiba ikut gemetar atau berkeringat saat adegan menegangkan atau lainnya. Transportasi adalah prestasi saraf menakjubkan. Meskipun kita tahu bahwa kita menonton film atau membaca cerita fiksi tapi apa yang dirasakan oleh karakter, kita mulai merasaka emosi itu pula.

Simulasi emosional adalah dasar dari sifat empati dan sangat dibutuhkan oleh manusia yang notabene adalah makhluk sosial, karena memungkinkan kita untuk cepat meramalkan jika orang di sekitar kita marah, memutuskan sesuatu itu berbahaya atau aman, teman atau musuh.
Oksitosin (hormon cinta) adalah yang bertanggung jawab dengan sifat empati dan transportasi yang kita sebutkan di atas. Dalam penelitian laboratorium, dibuktikan bahwa ketika otak mensintesis oksitosin orang lebih dapat dipercaya, murah hati, amal dan penuh kasih. Oksitosin membuat kita lebih peka terhadap lingkungan sekitar. Hormon cinta inilah yang mendorong kita untuk membantu orang lain yang tampak membutuhkan bantuan.
Itulah mengapa ketika kita membaca cerita inspiratif yang memotivasi, otak kita menstimulasi oksitosin yang kemudian akan mempengaruhi emosi, dan memberi dorongan. Kalaulah boleh disimpulkan, cerita-cerita yang kita baca dapat berfungsi menjadi stimulan yang tidak hanya mendorong emosi kita tapi mempengaruhi cara berpikir kita. Nah, itulah penjelasan ilmiah kenapa kita suka membaca cerita. Lain kali saya akan berbagi cerita lainnya di blog ini, dan kamu mungkin juga suka untuk membaca artikel yang satu ini: Cerita Apa yang Kamu Punya?

Salam semangat dan mari tetap menulis dan membaca.[]
error: Konten dilindungi