Alam mengajarkan kita banyak hal. Tentang segala fenomena-fenomena yang ada. Tentang apa yang dipelajari oleh Qabil tatkala ia melihat seekor burung yang menguburkan kawannya. Tentang bagaimana alam mengajarkan kita tentang konsep saling menjaga antara sekawanan rusa di sabana, atau seekor induk ayam dengan anak-anaknya. Sejatinya, dahulu Adam dan Hawa menemukan cara hidup dengan meniru kepada alam. Karena alam adalah guru. Ia terkembang adalah untuk diambil manfaatnya.

Apakah kamu pernah melihat, di sebuah muara, bahwa air tawar tidak bercampur baur dengan air laut? Atau, perkara air dengan minyak yang sekuat apapun kau mengaduknya agar bercampur, pada akhirnya ia akan kembali terpisah jua. Setidaknya itu adalah refleksi bahwa hidup adalah antara “iya” dan “tidak”, antara yang “benar” dan “salah”. Semua mempunyai pasangan/lawan. Hitam dan putih. Besar dan kecil. Baik dan buruk.

Apakah kamu pernah melihat, bagaimana alam menghadirkan pelangi setelah hujan? Bagaimana spektrum cahaya putih diuraikan menjadi me-ji-ku-hi-bi-u. Kau mungkin adalah orang yang menggerutu saat hujan turun sedangkan kau ingin cerah pada hari itu. Tapi tentu saja sesuatu yang terjadi tidak akan percuma, tergantung dari sudut mana kau memandangnya. Tahukah bahwa sesungguhnya hujan adalah rahmat, di mana pada saat itu doa sangat mustajab.

“Carilah pengabulan doa pada saat bertemunya dua pasukan, pada saat iqamah shalat, dan saat turun hujan.” (HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak: 2/114 dan dishahihkan olehnya)


Apakah kamu pernah melihat bagaimana angin bisa mematikan api, namun bisa pula membesarkannya? Angin yang cukup akan memadamkan api yang kecil. Angin yang kecil tentu tidak bisa memadamkan api yang besar. Begitu pula air. Tentang bagaimana sesuatu harus berjalan sesuai porsinya. Sesuatu harus berjalan sesuai dengan tujuan apa diciptakannya.

Sesungguhnya tidak ada suatu apapun yang diciptakan secara sia-sia, maka adakah kita mengambil pelajaran?

error: Konten dilindungi